Jumat, 24 Maret 2017

Grandmaster dari Kampung


Aku suka bermain catur. Tapi aku selau kalah dalam permainan itu. Setelah pulang mengaji dari mesjid atau setelah solat isya aku selalu pergi kerumah temanku. Ya tujuannya untuk bermain catur. Kami selalu bertaruh yang kalah harus mendapat hukuman. Tiap malam hukumannya selalu berbeda. Tapi yang kalah tetap sama yaitu aku. Aku merasa bosan. Kenapa aku kalah mulu. Padahal aku selalu berlatih. Tiap hari minggu aku selalu berlatih dengan ayah. Karena saat itu beliau libur kerja. Dan kadang-kadang aku pergi kerumah kakek di kampung sebelah. Ya walupun harus berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang cukup jauh. Bahkan harus melewati hutan.  Tapi tidak apa-apa ini demi harga diri.
 Hari itu dirumah Ali temanku, permainan catur dimulai. Kami berjumlah 5 orang. Yaitu aku, Ali, Iman, Marwan dan Dio. Karena papan caturnya cuma ada satu. Jadi kita main bergiliran. Kita baru bisa main setelah ada lawan yang kalah. Sementara yang menang akan terus main melawan penantang selanjutnya. Untuk hukuman bagi yang kalah hari ini adalah meminum air satu gelas setiap kali kalah. Terkadang menunggu giliran itu membosankan karena bermain catur itu biasanya lama. Maka di buatlah peraturan, kita hanya di beri waktu dua detik saja untuk berpikir, jika lebih dari itu hukumannya di tambah, satu langkah yang melebihi waktu artinya satu gelas air. Aku termasuk orang yang berpikir lama. Apalagi ini dalam permainan catur, setiap langkah yang kita ambil harus di pikir dahulu dengan cermat. Aku melakukannya dalam permainan itu, ya walaupun resikonya  kalau kalah aku harus meminum air lebih banyak. Mereka semua merasakan kemenangan kecuali aku. Selama tiga jam permainan tak terhitung berapa gelas air yang sudah aku minum.Waktu sudah  menunjukan pukul sepuluh malam. Akupun pulang seperti sapi gelonggongan. Karena terlalu banyak meminum air. Tapi aku berbesar hati menerima semua kekalahanku itu. Aku selalu berpikir esok pasti akan lebih baik.
Dan tibalah di hari esok. Ali mengumumkan bahwa kali ini hukumannya adalah setiap yang kalah harus rela wajah tampannya di coret pakai sepidol oleh si pemenang. Dan peraturannya tetap sama tidak boleh berpikir lebih dari dua detik. Kami semua menyanggupinya. Permainanpun dimulai dan lagi-lagi aku kalah. Kali ini aku di liputi perasaan marah. Karena aku sudah bosan kalah melulu. Ketika waktu menunjukan pukul 10 malam dan sudah waktunya pulang, aku mengajukan protes dan minta waktunya di tambah sampai pukul 12 malam. Mereka semua menyanggupinya karena besok hari minggu. Dua jam yang menegangkan itupun dimulai. Aku sekuat tenaga berusaha untuk memenangkan pertarungan ini. “Aku harus memanfaatkan betul kesempatan ini” pikirku, dan  jeng.. jeng… aku kalah lagi.
Saat itu tepat pukul 12 malam aku pulang dengan perasaan marah, mataku melotot sepanjang perjalanan. Baju hitam, celana hitam, sarung hitam dan kini wajahkupun hitam. Aku berjalan dalam kegelapan  dan hanya bola mataku saja yang kelihatan. Sebelum pulang aku sempat bercermin dulu di rumah Ali. Aku kaget karena aku tak mengenali wajahku sendiri di cermin itu. Tapi aku tak boleh mencuci muka dulu sebelum sampai dirumah itu peraturannya.
 “Asalamualaikum bu,” akupun memanggil
“ Wa’ alaikum salam” saat itu yang membuka pintu adikku
Saat  pintu di buka adikku menjerit histeris sambil berkata ”setan”  dia mengangapku setan dengan mata melotot dan wajah yang menyeramkan. Suaranya sangat keras. Sampai tetangga yang sudah tidurpun semuanya keluar rumah.
Besoknya setelah solat subuh aku tidur lagi tapi tidak lama kemudian segayung air mendarat di wajahku. Kata ibu aku harus sekolah. Aku merasa bingung hari ini kan hari minggu. Kan sekolah libur. Tapi aku menurut saja. Akupun pergi kesekolah. Sesampainya di sekolah suasana sudah ramai. Dan ternyata kepala sekolah mengadakan perlombaan catur. Dia melakukan seleksi siapa tiga orang yang berhak untuk mewakili sekolah dalam perlomba catur tingkat kecamatan minggu depan. “Semoga saja aku salah satunya” harapku. Akupun mendaftarkan  diri. Dan aku berhasil aku menjadi salah satu dari tiga wakil itu. Dan di sekolah ini aku menjadi juara satu dimana hal itu tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Sementara di tempat  kedua ada Ali  dan Dio di tempat ketiga.
Hari itupun tiba, di kecamatan kita bertarung dengan anak-anak dari sekolah lain. Dimana hanya ada dua orang saja yang berhak melaju di tingkat kabupaten. Sekolah kami sungguh bangga. 3 wakilnya berhasil menjadi juara di perlombaan catur tingkat kecamatan ini. Dan aku kembali menjadi juara satu. Ali di tempat kedua dan Dio di tempat ke tiga.  Namun yang berhak melaju ke tingkat kabupaten hanya dua orang saja. Kamipun melakukan salam perpisahan dengan Dio. “Maafin aku ya, aku sempat ngeremehin kamu” ucap Dio lalu dia memelukku. “gak apa-apa, kamu doain aja semoga di kabupaten kita berhasil dan kembali mengharumkan nama sekolah” ucapku sembari melepaskan pelukkan Dio, karena pelukkannya erat banget sampai aku susah bernapas.
Kami bertarung kembali di kabupaten dan aku kini harus berpisah dengan Ali. Dia gugur. Aku kembali melaju di tingkat provinsi dan lagi-lagi jadi juara satu. Aku kembali jadi juara satu di tingkat Nasional dan juga tingkat Asia, akupun berhak mewakili Indonesia di kejuaraan dunia. Prestasiku itu di tayangkan dalam sebuah acara di televisi . Betapa bangganya hati orang tuaku saat dia menyaksikan acara di tv itu, begitu juga sekolahku dan negara Indonesia. Semuanya bangga padaku. Aku di wawancarai apa rahasianya aku bisa sampai mewakili Indonesia di kancah Dunia. Aku hanya menjawab” rahasianya usaha dan doa” jawabku singkat.
Perlombaan catur tingkat duniapun dimulai dan tinggal selangkah lagi bagiku untuk menyabet gelar grandmaster. Aku sampai di final dan di final ini aku melawan orang Rusia. Dan Aku berhasil menang. Aku jadi juara Dunia. Hari ini aku membuktikan diri bahwa seseorang yang berasal dari kampungpun mampu berbicara banyak dimata dunia. Akulah Alvin Sanjaya Grandmaster dari kampung.
 Aku sangat bahagia, aku tak bisa menahan rasa ini, aku tertawa terbahak-bahak  dengan mulut yang terbuka lebar. Saat itu orang Rusia yang aku kalahkan berjalan menghampiriku dengan membawa bakwan goreng yang sepertinya masih panas. Tak kusangka dia memaksukan gorengan bakwan yang masih panas itu kedalam mulutku yang sedang terbuka lebar. Akupun sontak kaget. Saat aku sedang kepanasan muncul suara dari langit “sudah makan saja!” tapi suaranya mirip suara Dio temanku, dalam pikiranku “Diokan di kampung dia kan gak ikut ke Rusia?”. Lalu orang Rusia itu kembali memasukkan gorengan bakwan yang masih panas itu ke dalam mulutku dan suara Dio itu muncul lagi dan benar saja itu suara Dio dari alam nyata. Ternyata aku hanya mimpi. Semua prestasiku itu, piala, medali, uang, rumah mewah, liburan ke Bali gratis, jalan-jalan keliling dunia geratis, tidur di hotel mewah bintang lima di Jepang saat aku juara catur seasia geratis, dan bonus dari presiden. Juga aku akan kembali mendapat bonus dari presiden plus jaminan hidup jika aku berhasil menjadi juara dunia. Semuanya hanya mimpi. Yang nyata hanyalah gorengan bakwan yang saat ini aku makan.  “Ayo kemon! makan mulu” ucapku pada Dio sambil membawa bola yang aku ambil dari bawah kolong tempat tidurku.


TAMAT


Penulis: Kartono Anwar, dari Garut Jawa Barat
Alamat FB   : Kartono Anwar Nasution
            Email: anwar_kartono@yahoo.com
                        pangerankartono@gmail.com

Alamat blog: Kartono-Bilang.blogspot.com

1 komentar: