Satu-satunya Harapan
Ayah
“Huahm… aduh sudah
jam tujuh nih. Gak biasanya aku bangun jam segini. Untung hari ini hari minggu.
”Ucap Diana sembari membereskan tempat tidurnya. “Eumzz… ini semua karena si
jago lupa bangunin aku” Dianapun pergi
ke dapur , memasukkan dedak kedalam
baskom lalu menyeduhnya dengan air dingin. “Maaf ya jago hari ini tidak ada
dedak hangat! karena salah kamu sendiri
sich lupa bangunin aku. Kamu pasti masih tidur sekarang. Pasti semalam kamu
begadang nonton bola sama ayah.” Diana pun pergi kekandang ayam yang berada di
belakang rumahnya. “Maaf ya jago aku nyeduh dedaknya gak seperti biasanya. Karena
kalau pakai air panas. Lama nunggu dinginnya. Dan aku tahu perut kamu gak akan
bisa nunggu lagi.” Dianapun memasukkan baskom berisi dedak itu kedalam kandang.
Si jago biasanya berontak kalau mau di lepaskan dari kandang. Itu tandanya dia
sudah kenyang dan juga akan berkokok beberapa kali.
Memanfaatkan waktu, Sembari
menuggu, Dianapun membaca komik horor kesukaannya.
Dilihatnya jam tangan, waktu sudah menunjukan pukul 08.00. Itu
artinya sudah hampir sejam dia menunggu. Tapi si jago tidak juga menunjukkan
kalau ia ingin di lepaskan. Dilihatnya dedak di baskom itu masih utuh dan
alangkah kagetnya Diana. Ternyata si jago sudah mati. Rasa takut menghampiri Diana.
Dia takut ayahnya yang pemarah dan
ringan tangan itu akan menghukumnya. Setelah tahu ayam kesayangannya mati. Diana
jadi gelagapan diapun menguburkan si jago tepat di samping kandangnya. “Semoga
ayah tidak tahu!” Diana menyimpan harapan. Dan ia juga menyiapkan kebohongan
yang akan dia katakan apabila ayahnya pulang dari kebun magrib nanti. Tetapi tidak
lama kemudian ayahnya pulang dengan di bopong dua orang karena tak bisa
berjalan. Kaki ayahnya kecangkul. Sewaktu mencangkul di kebun tadi. Diana
melihat luka ayahnya itu, dia merasa kasihan meski hatinya masih di penuhi rasa
marah pada ayahnya. Karena baginya kematian ibundanya setahun yang lalu itu gara-gara
ayahnya.
Setelah membalut luka ayahnya
diapun meninggalkan ayahnya itu di ruang tamu. Diana lalu menonton Tv sembari
menyembunyikan wajah bersalahnya. ”Diana-diana, ambilkan ayah minum.” Ayahnya memanggil
sampai beberapa kali tapi Diana tak menyahut karena dia keasyikan menonton tv.
Akhirnya ayahnya memaksakan diri untuk mengambil air minum sendiri. Diana tak
menyadari kalau ayahnya sudah berada di
dapur, dia baru sadar setelah mendengar suara gelas pecah di dapur. Pecahan gelas
itu langsung menggores tangan ayahnya
dan memutus urat nadinya. Diana hanya bisa menangis melihat ayahnya
tergeletak tak bedaya dengan luka di tangan dan kakinya. Diana menjerit
histeris sampai orang-orang kampung mendatangi rumahnya. Merekapun membawa ayah
Diana itu kerumah sakit. Tidak bisa di bohongi bahwa Diana sangat sayang sama ayahnya.
Diapun Bertekad untuk bicara sejujurnya tentang kematian si jago.
Malam telah larut Diana yang duduk menunggu
ayahnya akhirnya tertidur. Dan iapun memimpikan kenangan buruk yang menimpanya setahun
yang lalu. Dia melihat ayah dan ibunya bertengkar, dia mengintip dari balik
pintu kamarnya. Dia juga melihat saat ayahnya menampar ibunya beberapa kali,
sampai ibunya lari karena tak tahan. Ayahnya mengejar Dan akhirnya ibunya itu tertabrak
motor berkecepatan tinggi.”ibu” Dianapun tersadar. Dan dia melihat ayahnya sudah
siuman. Dianapun menceritakan tentang kematian si jago.
“Ayah boleh menghukumku apa saja” ucap Diana sambil memegang
tangan kiri ayahnya dan mengarahkannya kewajahnya. Tapi ayahnya itu malah
mengusap lembut wajah putri kecilnya itu seraya berkata”ayah tidak akan menghukum
kamu Diana, biarlah ayah kehilangan si jago asal ayah jangan kehilangan kamu.
Sejak peristiwa setahun yang lalu itu ayah menyadari semua kesalahan ayah. Dan Saat
ini, di dunia ini, yang ayah punya hanya kamu, kamulah satu-satunya harapan
ayah.”
“Aku sayang ayah” ucap Diana sembari memeluk ayahnya.
TAMAT
Penulis: Kartono Anwar, dari Garut Jawa Barat
Alamat FB : Kartono
Anwar Nasution
Email: anwar_kartono@yahoo.com
Alamat blog: Kartono-Bilang.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar