Topeng
Dibalik Wajah Cantiknya
Betapa senang hatiku hari ini
ayah membelikanku buku gambar baru, lengkap dengan pensil warna, penghapus dan
juga penggarisnya. Aku tahu ayah sangat sayang aku. Tapi aku merasa kasih
sayangnya padaku itu terlalu berlebihan. Sejak ibu meninggal setahun yang lalu.
Aku sangat dimanjakannya. Semua keinginanku di turutinya.
Sikap ayah padaku itu membuat
kakakku cemburu. Ia merasa tidak di perhatikan ayah. Bahkan sudah dua bulan ini
kakak tidak pernah bicara dengan ayah dan aku. Setiap pulang sekolah dia selalu
mengurung dirinya dikamar dan hanya akan keluar apabila ia merasa lapar saja.
Suatu hari saat dia pulang sekolah aku merasa
heran kali ini sikapnya ramah, dia menyapaku. Aku merasa senang. Apalagi
setelah mataku di manjakan oleh kucing lucu berbulu lebat yang saat itu di
bawanya. Katanya kucing itu pemberian dari temannya. Sebagai kado ulang tahun
kakakku yang ulang tahunnya tepat hari
ini.
“maaf ya kak aku lupa, bahwa hari ini kakak ulang tahun”
ucapku pada kakak
“udah gak apa-apa, kakak ngerti koq kamu pasti sibuk” jawab
kakakku lembut
“oke begini saja, kakakku yang cantik mau kado apa dari
adikmu yang lucu ini? Kalau tak mau jawab tuliskan saja! ” tanyaku sembari
menyerahkan buku dan pulpen padanya. Saat itu aku sedang mengerjakan pr.
“kakak tidak minta apa-apa dari kamu, dua hari ini kakak
akan mengikuti persami, jadi
kakak hanya ingin kamu menjaga kucing ini saja” ucap kakakku sambil menyerahkan kucing di
pangkuannya padaku.
“ok,kak” ucapku enteng sambil membawa kucing itu kedapur
untuk memberinya makan.
****
“dah” ucapku melepas kepergian kakak. Aku merasa sangat
sedih. Hari-hariku akan sangat sepi. Setelah di tinggal ayah yang dinas keluar
kota, lalu bi Ijah pembantuku yang pulang kampung karena ibunya sakit, sekarang
giliran kakakku yang pergi meninggalkanku karena mengikuti persami di
sekolahnya. Ah, aku benar-benar sepi, aku kesepian. Tapi hobi menggambarku setidaknya
bisa melawan sedikit rasa sepi itu.
Entah kenapa sejak perginya kakakku perilaku
si Keti kucing kakakku itu berubah jadi liar. Setiap malam suara berisik itu
selalu terdengar. Suara perabotan rumah yang pecah akibat kucing itu. Kucing itu selalu berlarian kesana- kemari
tak jelas seperti sedang mengejar tikus padahal tak ada tikus sama sekali
dirumah ini. Dia juga suka menyerang setiap benda yang bergerak. Termasuk ketika
aku menggambar. Dia menggit tanganku yang sedang memegang pensil, aku tidak
marah, amarahku baru bangkit setelah tahu selain menggigit tanganku dia juga
menginjak gambarku dengan kakinya yang kotor. Amarahku meledak tidak ada ampun
lagi, akupun melempar kucing itu keluar rumah padahal saat itu diluar cuaca
sedang hujan lebat.
Pagi yang indah di hari minggu tiba, aku
bangun, membereskan tempat tidur lalu mandi. Setelah berpakaian akupun sarapan.
Setelah itu aku berniat menggambar ulang hasil karyaku yang di rusak kucing
berengsek tadi malam untuk tugas sekolah besok. Saat akan menggambar aku baru
ingat si Keti belum di kasih makan tapi saat itu aku belum ingat bahwa si Keti
sudah aku lempar keluar semalam. Akupun pergi kedapur. “meng meng meng…meng
meng meng…” panggilku. Tapi kucing itu tak muncul juga. Akupun memutuskan untuk
menggambar kembali. Dua jam berlalu. Ingatankupun kembali. Aku telah melempar
kucing itu semalam. Lalu aku ingat kakakku. Dan karena kucing itu persaudaraan
kita bisa kembali rusak.
Tepat jam 10 pagi aku keluar
meninggalkan rumah aku mencari si Keti. Setiap rumah di komplek ini aku
kunjungi aku menanyakan si Keti. Aku menyebutkan cirri-ciri yang di milikinya
tapi tak seorangpun yang melihatnya, keluar dari komplek aku memasuki
perkampungan hal yang sama aku lakukan dan sama tak ada yang melihat si Keti.
Aku merasa lelah mencarinya tapi rasa bersalahku mendorongku untuk tidak
menyerah. Sampai aku tiba di suatu tempat. Aku berada di hutan. Suasana sudah
gelap dan aku tidak tahu jalan pulang. Akupun pingsan tak sadarkan diri.
Saat aku membuka mata. Aku sudah
berada di rumah sakit. Aku melihat ada ayah yang sudah tertidur menungguku.
Ternyata sudah dua hari aku terbaring disini. Kata ayah Aku di temukan pingsan
oleh mang uu di hutan dan dia juga yang membawaku kesini. Ayah juga memberi
tahuku bahwa kata dokter faktor utama aku pingsan adalah karena aku kelelahan
dan dokter juga menemukan ada virus rabies yang sedang menyebar di tubuhku.
Virus yang akan terlihat gejalanya setelah 2-3 minggu atau satu tahun. Dan
penyebabnya adalah kucing gila milik om ku yang seharusnya di bawa kedokter
hewan tapi kakakku malah membawanya kerumah. Aku mulai menaruh rasa curiga pada
kakakku dalam pikiranku “untuk apa dia membawa kucing sakit kerumah?” “ah mungkin dia lupa, atau tak sengaja”
akupun menepiskan segala prasangka negatif pada kakakku itu. Karena aku yakin
dia telah berubah. “Tenang, om sudah membereskannya” ucap omku sembari
memperlihatkan gantungan kunci motornya. Gantungan kunci itu adalah ekor si
keti. Ternyata eh ternyata setelah aku lempar keluar malam itu si keti pulang
kerumahnya dan omkupun segera membawa si Keti kedokter hewan dan kata dokter
itu, penyakit si Keti sudah tak mungkin di sembuhkan jadi dia di binasakan.
Nada sms hpku yang saat itu di
pegang ayahku berbunyi dan ternyata itu pesan dari kakakku. Hatiku sangat senang
karena aku merindukannya. Aku mengambil hp itu dari tangan ayah, lalu akupun
membaca isi pesannya.” Gimana? Sakit? Rasa sakit yang lo alami sekarang gak
sebanding dengan penderitaan gue selama ini.” Sontak setelah membaca pesan itu
hatikupun hancur. Hancur hatiku, hancur pula kepercayaanku. Aku tak sangka
kakak yang aku sayangi selama ini ternyata memakai topeng. Topeng di balik
wajah cantiknya. Aku masih tak percaya dia sengaja melakukan itu agar aku mati.
Dan kasih sayang ayah kembali padanya seperti dahulu. Betapa marahnya ayah yang
juga membaca pesan itu. Tapi marah itu ia tahan. Karena dia sayang sama
anaknya. Lalu dia menyuruh kakak untuk pindah sekolah dan tinggal di rumah
nenek.
TAMAT
Penulis: Kartono Anwar, dari Garut Jawa Barat
Alamat FB : Kartono
Anwar Nasution
Email: anwar_kartono@yahoo.com
Alamat blog: Kartono-Bilang.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar