Selasa, 21 Maret 2017

Aku Sayang Kamu



Perjuangan seorang anak berumur sebelas tahun dalam mengarungi pahit getirnya kehidupan. Berbagai macam halangan dan rintangan telah ia lalui., rasa lelah, letih, lesu, lunglai dan bahkan  sampai harus terluka, dan berdarah-darah. Tapi mungkin kini dia telah mengalami titik jenuh dalam hidupnya. Perasaan takut itu tak terelakan lagi, jantungnya berdegup sangat kencang, napasnya tak beraturan,yang hanya bisa dia lakukan saat ini hanya menghindar, berlari sejauh mungkin, karena kini dia sedang di kejar oleh pak ustad karena ketahuan nyolong sandal di mesjid.
Dalam pelarian Andi tak fokus melihat kedepan, dia selalu menengok kebelakang. Karena itu kepalanya benjol-benjol akibat kejedot tembok dan pohon beberapa kali. Rasa takut Andi tak terelakan lagi. Karena pak ustad larinya semakin kencang, bahkan 100 kali lipat lebih kencang dari yang sebelumnya. Begitu kagetnya Andi, pak ustad yang tadi tertinggal jauh di belakangnya, kini hanya beberapa centi saja dari punggungnya.”Mungkin pak ustad pakai NOS kali ya? Larinya cepet buanget” ucap Andi dalam hatinya. Diapun menambah kecepatan larinya namun apalah daya pak ustad lebih cepat darinya. Bahkan pak ustad berhasil menginjak sandal kiri Andi dari belakang sampai putus.”kita sudah putus, jadi tak ada urusan lagi diantara kita.”  ucap Andi seraya meninggalkan sandal yang mungkin terluka hatinya karena  telah di tinggal tanpa alasan. “Salahku apa? Selama ini aku setia kok sama kamu.” Mungkin itu yang akan di ucapkan si sandal bilakah ia mampu berbicara.

****

 Andi heran kenapa pak ustad tidak menangkapnya ketika sudah sangat dekat dengannya tapi pak ustad malah melewatinya. Ternyata eh ternyata, pak ustad di kejar anjing galak. Sewaktu mengejar Andi tadi tak sengaja kakinya tersandung rantai anjing, rantai itupun putus lalu anjing galak itupun mengejarnya. Betapa senangnya hati Andi bak mendapat durian runtuh setelah lepas dari kejaran pa ustad. Tapi ia lengah, karena kelengahannya itulah kini dia mendapat petaka kembali, andi sibuk menunduk melihat betapa bagusnya sandal yang telah di curinya itu, belum pernah ia melihat sandal yang sebagus itu dan yang serupa dengannya, mungkin ini keluaran terbaru kali ya pikirnya. Andi merasa sangat kagum. Dia memeluk erat sandal itu, dan tak ingin melepasnya. Sepertinya rasa cinta  telah memenuhi relung kalbunya, dan kisah cinta beda alam itu hanya berlangsung beberapa detik saja. Karena hadirnya orang ke tiga. Dia adalah selokan. Seketika Andi masuk dalam dekapan selokan itu seketika itu juga ia melepaskan pelukkan eratnya terhadap si Sandal. Sisandalpun pergi jauh dengan luka di hatinya. Andi tak dapat mengejarnya, iapun hanya bisa menyesali apa yang telah terjadi. Namun ia sadar bahwa semua itu tiada arti. Andi lalu menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya lalu berkata” mungkin bukan jodoh kali.”

******
 Sementara itu perjuangan pak ustad belum berakhir, langkahnya belumlah terhenti. Apalagi setelah sangat dekat dengan target yang di burunya. Setelah seminggu ini dia berusaha menyelidiki siapakah buronan yang selama ini meresahkan warga itu. Pak ustad merasa terpanggil untuk memecahkan kasus ini. Karena ini  menyangkut urusan dunia dan akhirat. Karena  ketika solat di mesjid solat mereka jadi tidak khusyu, tidak fokus karena hatinya selalu tertuju pada sandal. Warga komplek perumahan elit ini.memang terkenal dengan gengsinya yang tinggi. Termasuk dalam urusan sandal. Tak ada satu wargapun yang tak memakai sandal bermerek. Atau sandal-sandal yang ada di warung-warung pinggir jalan yang kata mereka murahan. Hal ini  sangat menguntungkan si maling bin buronan bin penjahat itu. Karena tidak perlu lama-lama memilih atau memilah karena semua sandalnya bagus. Akhirnya mesjidpun lama-lama sepi pengunjung. Karena warga lebih memilih solat di rumah daripada berjamaah di mesjid dengan alasan lebih khusuk solat dirumah katanya.
Pak ustad masih mencari Andi meski dia tanpa alas kaki. Sandal yang di curi Andi itu adalah sandal miliknya. Meski perih dia rasa dan sakit yang bukan main. Karena selama pengejaran tadi dia telah menginjak paku, duri dan beling. Tak terhitung berapa banyak paku, duri dan beling yang telah ia injak, tapi yang paling sakit baginya adalah yang di gigit anjing tadi.
 Pak ustad melihat Andi yang telah menepi di pinggir selokan, seketika itu masa mudanya bangkit, energinya kembali, rasa sakit dan lelah itu tiada lagi. Namun Andi juga menyadari itu, diapun berlari kembali. Pak ustad berhasil menangkap Andi. Tapi dia kaget ada perempuan setengah baya sedang terbaring lemah tepat di hadapan dia dan Andi saat ini berdiri. Ya dia adalah ibunya Andi. Yang telah setahun ini mengidap penyakit TBC. Andipun menjelaskan bahwa ibunya begini sejak ayahnya meninggal sekitar setahun yang lalu.
“Hidup kami sudah susah pak, sejak ayah masih adapun, apalagi sejak beliau meninggal. Sejak itu pula saya putus sekolah. Ya karena tak mampu bayar saya juga harus merawat ibu saya. Saya menjadi pencopet, maling ayam, ngutil di warung, sampai saya nyolong sandal di mesjid. Itu semua saya lakukan yang penting ibu saya bisa makan dan minum obat. Walaupun nyawa saya taruhannya. Saya rela melakukan apapun demi ibu saya. Saya sayang sama dia, saya sangat sayang ibu saya, hanya dia orang yang saya punya di dunia ini. Tapi kini saya sadar, perbuatan yang saya lakukan ini salah walaupun tujuannya benar. Sekarang semua rahasia yang saya sembunyikan selama ini dari ibu saya sudah terbongkar, bahwa saya ini sebenarnya penjahat. Bapak boleh tangkap saya sekarang, asal bapak berjanji bapak mau merawat ibu saya sampai sembuh.” Ucap Andi panjang lebar. Diapun menyerahkan kedua tangannya untuk di borgol.
Berlinangan air mata pak ustad saat Andi berucap tadi. Teringat akan ibunya yang telah tiada dua tahun yang lalu. Tak sempat ia berbakti karena terlalu sibuk bekeja di luar kota. Dan tak tahu juga bahwa ibunya mengidap kanker hati kronis. Yang ia tahu ibunya baik-baik saja di kampung halaman. Ia jarang sekali pulang untuk  mengunjungi ibunya. Dalam setahun hanya libur hari raya idul fitri saja dia pulang kekampung halaman. Dalam pikirannya dengan  mengirim ibunya uang setiap bulan itu sudah cukup untuk  membuat ibunya senang, membuat ibunya bahagia. Tapi uang bukan segalanya, tidak semua hal di dunia ini dapat di beli dengan uang. Seperti kebahagaiaan dan rasa sepi yang di rasakan ibunya.”Ibu tidak butuh uang nak, saat ini ibu hanya butuh kamu. Pulanglah nak, ibu sangat rindu dengan kamu, ibu sudah memasak makanan kesukaan kamu. Kita habiskan waktu walau hanya semalam.” Itu ucapan terakhir ibunya sebelum ajal menjemputnya. Dia di temukan meninggal di meja makan oleh pembantunya. “Kenapa ibu tak pernah cerita?  Dedi sayang sama ibu.”  Ucapan terakhirnya di batu nisan ibunda tercinta.
Tersadar dari kenangan masa lalunya ustad sekaligus polisi inipun berkata
“Bapak tak akan menangkap kamu. Penjara anak di Tangerang, bukan tempat yang cocok buat anak baik seperti kamu, bapa bangga sama kamu.” Seraya memegang pundak Andi. “Bapa akan menanggung semua perawatan ibu kamu, dan bapa juga yang akan membiayai sekolah kamu. Kamu harus sekolah lagi biar kamu bisa jadi orang sukses. Setelah sukses kamu bisa bahagiain ibu kamu. Dan ingat pesan bapak sesibuk apapun kamu jangan sampai melupakan ibu kamu, jangan pernah biarkan dia sendiri dimasa tuanya, selalu ada buat dia dan selalu bahagiain dia. Surga itu ada di bawah telapak kaki ibu.” Ujar pak ustad. Rona bahagia terpancar dari wajah Andi dan ibunya. Andipun memeluk ibunya seraya berkata “aku sayang kamu ibu”

****

“Ibu selama engkau hidup aku tak pernah bisa membuatmu bahagia, apalagi membalas jasamu yang begitu besarnya padaku, tapi ibu semoga hal ini bisa membuatmu bahagia atau paling tidak memunculkan lengkung indah di bawah hidungmu, senyuman indah yang selalu kurindukan itu. Ibu aku sayang kamu.” Ucap Pak ustad sebelum akhirnya ia pingsan karena kehilangan banyak darah.

TAMAT


Penulis: Kartono Anwar, dari Garut Jawa Barat
Alamat FB   : Kartono Anwar Nasution
            Email: anwar_kartono@yahoo.com
                        pangerankartono@gmail.com

Alamat blog: Kartono-Bilang.blogspot.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar