Toilet
yang Berbahaya
Rasa cemas, gelisah, was-was dan
takut itu yang menghampiri gue jika menumpang BAB di rumah orang lain. Rasa tak
enak hati mungkin itu yang menjadi faktor utamanya. Ya karena boker gue lama.
Sebenarnya sich cuma 5 menit, tapi karena ada gadget jadi 55 menit. Makannya
gue lebih memilih toilet umum. Ya walaupun bayar yang penting hati gue tenang.
Atau di empang. Sekalian bagi-bagi
rejeki sama ikan. Kan jadi pahala juga. Sedekah.
“hey bro kemana aja lo?”
“Mulut lo bau kaya toilet.”
“ Ah hidung lo aja deket sama mulut.”
” Bisa aja lo.”
Itu percakapan yang
selalu gue mulai dengan diki sebelum menjalani hari. Iya Diki itu sahabat
sejati banget buat gue. Dia selalu ada di saat gue sedih ataupun bahagia. Tapi
saat-saat seperti itu akan gue rindukan karena setelah lulus smp ini Diki akan
pergi ke Balikpapan karena ayahnya di pindah tugaskan kesana.
Gue adalah orang yang mudah penasaran, banyak
sudah kasus yang gue pecahkan. Baik di sekolah ataupun dilingkungan tempat
tinggal gue. Kali ini gue bertekad dalam hati gue untuk memecahkan kembali
sebuah misteri, ini adalah misteri sekaligus misi terakhir gue di sekolah ini,
dan juga sebagai salam perpisahan dengan sekolah ini. Untuk misi terakhir ini
gue ajak Diki. Karena gue sedikit takut, karena ini menyangkut hantu. Gue dan
diki memang penakut sama-sama takut hantu. Tapi gue berusaha memotivasi diri
gue untuk melawan rasa takut itu, karena kalau tidak di lawan rasa takut itu
akan menghantui seumur hidup. Dan inilah saatnya, kalau bukan sekarang kapan
lagi.
Gue juga memotivasi Diki, tetapi
tak semudah yang gue kira. Tapi beberapa mangkuk bakso geratis akhirnya mampu
meyakinkan hatinya. Setelah Diki menghabiskan baksonya guepun mengajak dia
menuju ke toilet angker di sudut sekolah. Kami berjalan menuju toilet itu.dan sekarang
kami sudah bisa memandangnya, lalu aroma bunga melatipun mulia tercium. Persis
seperti di film-film yang biasa kami tonton berdua di rumah. Ya walaupun saat
menonton mata kami di tutup pakai sarung. Di film itu kalau tercium aroma bunga
mawar itu tandanya hadirnya pocong, dan kalau tercium aroma melati itu tanda
hadirnya kuntilanak. Itu kalau jarak kita sama hantu jauh. Tapi kalau sudah
dekat wangi itu aku akan berubah menjadi bau busuk yang teramat sangat.
“Kuntilanak” ucap kami
berbarengan, sepertinya kami memikirkan hal yang sama. Gue tahu Diki akan
melarikan diri makanya gue pegang tangannya. Semakin dekat dengan toilet itu
semakin terasa berat langkah kami. Keringat dingin membasahi sekujur tubuh
kami, wajah pucat pasi terpancar dari wajah kami. Dan akhirnya Diki pingsan, karena
tak tahan dengan bau dari toilet itu. Bau yang telah menggantikan aroma
melati yang sedari tadi menemani
perjalan kami. Gue juga mau muntah. Tapi bukan karena bau busuk dari toilet itu
tapi karena gue melihat muntah Diki. Dia muntah dulu sebelum akhirnya jatuh
pingsan. Gue tinggalkan diki gue fokus dengan toilet itu. Gue tatap tajam
toilet itu. tapi perasaan bersalah gue sama Diki muncul. Akhirnya gue berbalik
kebelakang. Tapi alangkah kagetnya gue, Diki tidak ada. Perasaan takut gue
bertambah, gue berpikir bahwa diki di bawa hantu. Gue gak percaya sejauh ini,
ini persis seperti adegan dalam film kuntilanak yang gue tonton. Pertama bau
melati, lalu berubah menjadi bau busuk. Dan teman dari tokoh utama itupun sama
di bawa hantu. Cuma bedanya di film tidak ada adegan muntahnya.
Tapi perjalanan harus tetap di
lanjutkan. Karena tidak bisa di buka.
Akhirnya gue dobrak pintu toilet itu Gue berhasil masuk kedalam. Dan setelah
itu gue tidak ingat apa-apa lagi. bau
aroma melati, bau aroma masakan dan bau asem telah merasuk kedalam hidung gue,
lalu terbukalah kedua mata ini. Guepun melihat ada bu Mirna, ibu kantin, dan
Diki yang telah sadar dari pingsannya.
Bau aroma melati adalah bau bu
Mirna dan ternyata dia juga yang telah mengikuti gue dan Diki sewaktu menuju
toilet tadi. Dia mengikuti kami bersama tiga anak PMR dan membawa Diki yang pingsan tadi . Mereka
juga sudah memanggil gue untuk menjauhi toilet itu tapi entah kenapa saat itu gue
tak mendengar panggilan mereka. Jadi itu bukan bau kuntilanak dan Diki tidak
dibawa hantu. Akupun paham.
Bau masakan adalah bau ibu kantin, dia coba
mengejar kami karena gue belum bayar baksonya. Dan bau asem adalah bau Diki,
dia belum mandi. Dia telat datang kesekolah , jadi dia tidak sempat mandi. Dia
juga tidak sempat sarapan, makannya ketika aku traktir bakso tadi makannya
lahap banget kaya orang kesurupan.
Di perjalanan pulang kami kembali
menemui toilet itu. Ternyata toilet itu sedang di perbaiki. sekarang. Klosetnya
yang sudah rusak diganti dan di belakang toilet kami melihat sebuah mobil
sedang menyedot tinja dari septic tank. Agar
tak ada korban selanjutnya seperti Gue dan Diki. Karen gas yang keluar dari
kloset itu sangat teramat berbahaya. Itu adalah gas metana.
“Dik, seandainya gue tewas di dalam toilet itu dan gak ada yang nemuin jasad gue mungkin saja gue
yang jadi hantunya” canda gue pada Diki sembari berjalan pulang meninggalkan
sekolah.
TAMAT
Penulis: Kartono Anwar, dari Garut Jawa Barat
Alamat FB : Kartono
Anwar Nasution
Email: anwar_kartono@yahoo.com
Alamat blog: Kartono-Bilang.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar